Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang
khas Tionghoa yang berasal dari Cina bagian selatan. Kesenian ini
dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah Nusantara pada masa lampau dan telah
menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia.
Sejarah
Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong)
dan hi 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan
memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar
3.000 tahun dan berasal dari Cina.
Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung bersedih,
tapi orang kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih
baik menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel
seperti panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan
wayang mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar
juga oleh kaisar, yang akhirnya memberi pengampunan.
Menurut sejarah, diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin 晉朝 (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song 宋朝 (960-1279). Wayang Potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16 sampai 19. Bukan sekadar seni
pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnik Tionghoa memiliki fungsi sosial serta
ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.
Beberapa lakon yang sering dibawakan dalam Wayang Potehi adalah Si
Jin Kui 薛仁貴 (Ceng Tang 征東 dan Ceng Se 征西), Hong Kiam Chun Chiu 鋒劍春秋, Cu Hun Cau Kok 慈雲走國, Lo Thong Sau Pak 羅通掃北 dan Pnui Si Giok 方世玉. Setiap wayang bisa dimainkan untuk pelbagai karakter, kecuali
Koan Kong 關公, Utti Kiong 尉遲恭, dan Thia Kau Kim 程交金, yang warna mukanya tidak bisa
berubah.
Lakon
Dulunya Wayang Potehi hanya memainkan lakon-lakon yang berasal
dari kisah klasik Tiongkok seperti legenda dinasti-dinasti yang ada di
Tiongkok, terutama jika dimainkan di kelenteng. Akan tetapi saat ini Wayang Potehi sudah mengambil cerita-cerita
di luar kisah klasik seperti novel Se Yu 西遊記 (Pilgrimage to the West) dengan tokohnya Kera Sakti yang tersohor itu. Pada
masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang potehi dimainkan dalam dialek Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga
dimainkan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu para penduduk non-Tionghoa pun bisa menikmati
cerita yang dimainkan.
Menariknya, ternyata lakon-lakon yang kerap dimainkan dalam wayang
ini sudah diadaptasi menjadi tokoh-tokoh di dalam ketoprak. Seperti misalnya tokoh Si Jin Kui 薛仁貴 yang diadopsi menjadi tokoh Joko
Sudiro. Atau jika Anda penggemar berat ketoprak, mestinya tidak asing dengan
tokoh Prabu Lisan Puro yang ternyata diambil dari tokoh Li Si Bin 李世民, kaisar kedua Dinasti Tong 唐朝 (618-907).
Alat musik Wayang Potehi terdiri atas gembreng/lo 鑼, kecer/simbal 鑔 cheh dan 鈸 puah, suling/phin-a 笛仔, (gitar/gueh-khim 月琴), rebab/hian-a 絃仔, tambur/kou 鼓, terompet/ai-a 噯仔, dan piak-kou 逼鼓. Alat terakhir ini berbentuk silinder sepanjang 5 sentimeter,
mirip kentongan kecil penjual bakmi, yang jika salah pukul tidak akan
mengeluarkan bunyi "trok"-"trok" seperti seharusnya.
Perkembangan
Tahun 1970-an sampai tahun 1990-an bisa dikatakan masa suram bagi Wayang Potehi. Itu
dikarenakan tindakan represif penguasa pada masa itu terhadap budaya Tionghoa.
Padahal nilai-nilai budaya yang dibawa serta oleh orang Tionghoa sejak
berabad-abad lalu telah tumbuh bersama budaya lokal dan menjadi budaya
Indonesia. Dalam masa suram itu, Wayang Potehi seolah mengalami pengerdilan.
Sangat sulit menemukan pementasannya saat itu. Apalagi jika bukan karena
sulitnya mendapat perizinan. Padahal jika diamati para penggiat Wayang Potehi
sebagian besar adalah penduduk asli Indonesia. Bayangkan, betapa besar
apresiasi mereka terhadap budaya yang bisa dikatakan bukan budaya asli Indonesia. Namun setelah reformasi berjalan, angin segar seolah menyelamatkan kesenian ini.
Wayang Potehi bisa dipentaskan kembali dan tentu saja tidak dengan
sembunyi-sembunyi.
No comments:
Post a Comment