Wayang
golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka
kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan.
Pertunjukan ini mulai dipopulerkan di Tanah Jawa oleh Sunan Kudus.
Wayang
Wayang
adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering
menghubungkan kata “wayang” dengan ”bayang”, karena dilihat
dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul
bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling
populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua
macam wayang golek, diantaranya papak (cepak) dan wayang golek purwa
yang ada di daerah
Sunda. Kecuali wayang wong, dari semua wayang itu
dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang
sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan
mengatur lagu dan lain-lain.
Perkembangan
Sebagaimana
alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga
memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari
cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan
iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron,
sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat
boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan
goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung
dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.
Sejak
1920-an, pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas
sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan
popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya
Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.
Dalam
pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon
carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini
seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon
carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang
terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah
Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola
pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut:
- Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara;
- Babak unjal, paseban, dan bebegalan;
- Nagara sejen;
- Patepah;
- Perang gagal;
- Panakawan/goro-goro;
- Perang kembang;
- Perang raket; dan
- Tutug.
Salah
satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu
membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang
diruwat (sukerta), antara lain:
- Wunggal (anak tunggal);
- Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia);
- Suramba (empat orang putra);
- Surambi (empat orang putri);
- Pandawa (lima putra);
- Pandawi (lima putri);
- Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri);
- Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang
golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang
memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan
lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal ini
dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika
ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan,
pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan
wayang golek.
No comments:
Post a Comment